Madu Arab dan Proklamasi RI

Madu Arab, Selamatkan Soekarno Baca Proklamasi Kemerdekaan

Oleh: Abdullah Abubakar Batarfie dan Mansyur Alkatiri

Hanya sedikit orang yang tahu peran besar Faradj bin Said bin Awad Martak dalam proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Padahal warga negara Indonesia keturunan Arab dan kelahiran Hadramaut ini adalah pemilik rumah di Pegangsaan Timur 56 yang dihibahkannya kepada Bung Karno, tokoh besar perjuangan kemerdekaan yang kemudian menjadi presiden pertama Indonesia.

Dan Faraj Martak ini pula yang menghadiahi Madu Arab, tepatnya madu sidr bahiyah dari Wadi Do’an Hadramaut yang terkenal khasiatnya, kepada Bung Karno sehingga memperkuat daya tahan tubuh beliau yang sedang terkena beri-beri dan malaria. Menurut Bung Karno, madu itu sangat membantunya pulih dari kelelahan dan bisa memberinya tenaga untuk membacakan naskah proklamasi diiringi dengan pidato singkatnya.

Di rumah bersejarah itu telah di deklarasikan kemerdekaan Indonesia dan dikumandangkan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, lengkap dengan pengibaran bendera pusaka Sang Saka Merah Putih. Di rumah itu pula bendera itu dijahit sendiri oleh Fatmawati Soekarno, isteri Bung Karno,  di malam proklamasi. Saat itu Bung Karno baru kembali setelah “aksi penculikan” oleh para pemuda ke Rengasdengklok, Karawang.

Peristiwa penculikan oleh para pemuda itu terjadi pada 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB. Soekarno dan Hatta dibawa Rengasdengklok Karawang, didesak untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Bung Karno awalnya menolak dan ingin agar ada sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) lebih dulu. Tapi kemudian terjadi kesepakatan antara golongan tua dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan. Selama di Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta berada dalam perlindungan keamanan oleh beberapa anggota PETA, antara lain Shodanco Umar Bahsan, pemuda keturunan Arab.

Presiden Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Repubik Indonesia di rumahnya, Jl. Pegangsaan Timur No. 56

Tengah malam, sepulangnya ke rumah dari Rengasdengklok dan rumah Laksamana Maeda, tempat menyusun naskah proklamasi, Bung Karno meminum madu Arab kiriman Faradj Martak, dan barulah pada keesokan harinya mendapatkan perawatan oleh dokter pribadinya. Pagi itu beliau juga mengulangi minum madu.

Pada 17 Agustus 1945 pukul 08.00, dua jam sebelum pembacaan naskah proklamasi, Bung Karno masih tertidur lemas di kamarnya akibat malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Dokter Soeharto, dokter pribadi presiden, lalu menyuntik Bung Karno dengan chinine-urethan intramusculair dan memberinya tablet broom chinine. Bung Karno pun tidur lagi. Dokter sempat heran dengan daya tahan Bung Karno, dan Bung Karno bilang bahwa dia telah minum madu Arab hadiah dari sahabatnya.

Pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah, lalu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya bersama rakyat yang menyaksikan peristiwa nersejarah itu. Bendera pusaka Merah Putih pun dikibarkan. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya.

Selepas kemerdekaan, proklamator yang telah resmi menjadi Presiden Republik Indonesia pertama ini tak lantas melupakan begitu saja jasa baik sahabatnya, Faradj Martak Bung Karno lalu menyampaikan rasa ucapan terima kasih lewat surat yang beliau tulis dan tandatangani sendiri dengan menggunakan kop surat resmi Kepresidenan RI, ditujukan khusus kepada Faradj Martak.

Faradj bin Said bin Awad Martak seharusnya tidak kita lupakan atau luput dari catatan sejarah anak bangsa. Tokoh ini punya peran amat penting dan punya andil besar sehingga republik ini berdiri tegak. Ia pengusaha besar di masanya, pemilik perusahaan MARBA (Martak-Badjened) dan pemilik Hotel Garuda yang bersejarah di kota Yogyakarta. Selain rumah Pegangsaan Timur 56, ia juga telah menghibahkan beberapa gedung lain bagi pemerintah RI yang baru lahir.  Ia banyak meninggalkan jejak bersejarah bagi bangsa Indonesia, salah satunya adalah Masjid Agung Al-Azhar yang terkenal di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, di mana ia dan sahabatnya, Hasan Argubi, termasuk di antara donator besar pendiriannya. Masjid ini adalah gagasan dan dibina oleh ulama besar Indonesia, Buya Hamka.

Copy dokumentasi surat ucapan terima kasih pemerintah RI atas hibah rumah Pegangsaan 56 untuk negara dan surat ucapan terima kasih Bung Karno atas atas Madu Arab yang diminumnya itu kepada Faradj Martak, telah penulis (Abdullah Batarfi) peroleh dari cucu kandungnya, Khalid Ali Marta. Ia adalah anak bungsu dari Ali bin Faradj bin Said bin Awadh Martak.

Ali bin Faradj Martak ini adalah penerus usaha MARBA dan juga memiliki hubungan yang akrab dengan Bung Karno. Bung Karno dan istrinya Hartini beberapa kali mengunjungi kediamannya di Bogor. Bahkan, salah satu puteri Ali bin Faradj Martak saat lahir dinamai sendiri oleh Bung Karno. Istri Ali bin Faradj Martak atau ibu dari Khalid Ali Marta adalah cucu dari Syech Ghalib bin Said Tebe, salah seorang tokoh pendiri Syarekat Dagang Islam di Bogor, yang kelak berubah namanya menjadi Syarekat Islam di bawah kepemimpinan Hadji Oemar Said Tjokroaminto, ayah mertua dari istri pertama Soekarno, Oetari.*

BACA JUGA:
Faradj Martak dan Rumah Proklamasi Kemerdekaan
Husein Mutahar
Presiden Soekarno dan Keturunan Arab

 

1 Comment
Leave a Reply